Tak terasa sudah 4 tahun 6 bulan
lamanya aku menyandang status sebagai mahasiswi di salah satu perguruan tinggi
negeri di Kota Bandung, aku tidak ingat akan lamanya waktu yang aku tempuh demi
mendapatkan gelar S1. Ya, daya ingat ibuku memang selalu lebih kuat
dibandingkan aku yang selalu lupa akan waktu. Aku bukanlah seorang anak cerdas,
aku terlahir di tengah-tengah lingkungan yang tidak mengedepankan pendidikan,
hanya segelintir orang yang memilih meneruskan ke jenjang pendidikan selebihnya
ke jenjang pernikahan. Namun tidak dengan keluargaku yang sangat peduli dengan
pendidikan.
Lulus SMA adalah dilema untukku
memustuskan antara kerja atau kuliah, aku bersikukuh dengan kerja, perdebatan
dengan bapa selalu mewarnai suasana rumah setiap hari, tentunya bertentangan
dengan keinginannya untuk aku melanjutkan kuliah. Namun keangkuhanku luntur dan
aku memutuskan untuk kuliah semenjak bapa mengatakan “bapa dan mama gak bisa
ninggalin harta buat kamu, kecuali ilmu.”, kata-kata itu masih berdengung
ditelingaku sampai sekarang. Tidak banyak teman-temanku yang mendukung dengan
keputusan ini, ada satu istilah yang paling benci aku dengar dan itu keluar
dari mulut saudaraku dan orang-orang disekelilingku ketika aku memutuskan untuk
kuliah “Ah ngapain sekolah tinggi-tinggi, toh
perempuan ujung-ujungnya ke dapur juga!” namun ucapan keraguan mereka tidaklah
membuatku mundur, tapi menjadi semangat dan janjiku untuk membuktikan bahwa aku
dapat hidup lebih baik dengan pendidikan, bukan hanya sekedar gengsi semata dan
aku bertekad untuk mematahkan pandangan itu.
Selama kuliah aku tidak hanya
diam menerima dan mengerjakan tugas saja, tapi aku mencoba untuk bersosialisasi
dengan mengikuti berbagai kegiatan dengan tujuan mendapatkan teman baru dan
tentunya jaringan baru untuk mengembangkan usahaku, aku bersyukur dengan apa
yang telah aku dapatkan sekarang selain pendidikan aku juga bisa mengembangkan
kemampuan dan keahlianku dalam bidang seni kerajinan dari pendidikan. Tak jarang
aku selalu mendapat pesanan karya kerajinanku, menjadi materi workshop, dan
menjual karya di bazar, mungkin memang hanya cukup untuk makan sebulan, namun
setidaknya cukup mengikis biaya subsidi dari orang tua. Dan sepertinya aku sudah
bisa mematahkan pandangan mereka tentang perempuan yang seharusnya, dan
perempuan itu tidak harus selalu di dapur.
Tidak ada komentar:
Posting Komentar