Senin, 14 Juli 2014

KOLABORASI SENI DALAM DAKWAH ISLAM MASA KINI (LESBUMI)


Cepot, si jenaka dari Jawa Barat

pengurus NU Jabar
           Seni itu memang indah dan Alloh SWT mencintai keindahan, islam dengan seni akan terasa indah. Islam tidak hanya mengajarkan tentang keagamaan, islam juga kaya akan seni budaya. Hal inilah yang direalisasikan oleh PWNU (Pengurus Wilayah Nahdotul Ulama)  Jabar dengan menggelar acara dengan judul Gelar Seni 2014 pada tanggal 21 juni 2014 yang diadakan di Lapangan PWNU Jabar Jl.Terusan Galunggung No.09. Acara ini diadakan bertepatan dengan pelantikan kepengurusan LESBUMI (Lembaga Seni Budaya NU). Walaupun acara keagamaan, namun Acara ini mengangkat tentang keislaman yang dikolaborasikan dengan nilai-nilai budaya dan seni. Tujuan diadakannya Gelar Seni ini adalah untuk mengembangkan seni dalam pengertian yang seluas-luasnya dan memajukan Islam dengan seni dan budaya.
 Selain ceramah, konten dari acara ini adalah diadakannya beberapa pertunjukan seni seperti pembacaan puisi, penampilan musik karinding dan pertujukan wayang golek.
musik karinding oleh siswa SMP Ma'arif
            Penampilan musik karinding yang ditampilkan oleh siswa SMP Ma'arif merupakan kesenian khas Jawa Barat yang dikemas secara islami dengan mengkolaborasikan musik dengan diiringi shalawat dan puji-pujian kepada Alloh SWT, pada umumnya puji-pujian diiringi dengan musik rebana  yang bukan alat music asli dari Jawa Barat namun disini diiringi dengan musik karinding yang bertujuan untuk mengangkat dan melestarikan budaya jawa barat tentunya.

pembacaan puisi oleh Bapak Iman Soleh
            Selain itu, ada juga pembacaan puisi yang bertemakan keislaman dalam kehidupan seperti salah satunya yang dibacakan oleh bapak Iman Soleh (Kabayan Nyintreuk) salah seorang seniman Bandung yang membacakan puisi dengan judul “AIR”, puisi ini bertemakan nilai-nilai kehidupan yang mana air adalah sumber kehidupan dan tertanam beribu filosofi kebaikan hidup dalam air. didalam puisinya beliau menceritakan seorang anak yang mencari air dengan berbagai rintangan yang dihadapinya, beliau sangat menghayati dan sangat emosional dalam membacakan puisi tersebut yang menyebabkan  penonton ikut larut dan mengalur bersama puisi yang beliau bacakan. Selain itu, puisi kedua yang beliau bacakan adalah berjudul “SEMBAKO (Sembilan Ayam Berkokok)”, puisi ini bertemakan sembilan macam karakter sifat seseorang yang diilhami dari sembilan macam ayam dengan jenis yang berbeda. Yang mendasari terciptanya puisi ini adalah sejarah hidup dari almarhum ayahnya yang dulunya seorang pedagang ayam di daerah Pasar Baru yang dulunya merupakan kawasan sederhana dan sangat kental dengan terjalinya sikap kebersamaan, namun sekarang sudah menjadi bangunan yang angkuh dan tidak lagi bersahabat seperti dulu. Beliau bercerita tentang sembilan jenis ayam yang memiliki sifat dan karakter yang berbeda-beda dan beliau juga menyampaikan kritiknya bagi bangsa ini yang sebentar lagi akan diadakan pemilu untuk pemilihan pemimpin yang baru, di ujung puisinya beliau mengatakan “lantas ayam macam apakah kita?” penonton serentak gaduh dengan pertanyaan tersebut dan memberikan tepuk tangan yang meriah untuk beliau. Walaupun cara beliau dalam menyampaikan dakwahnya melalui puisi namun penonton dapat memahami maksud dari puisi yang beliau bacakan dan hal ini yang menjadikan dakwah lebih menyenangkan dibandingkan dengan selalu berdiri di belakang mimbar. 
penampilan wayang golek oleh Kang Dede.S Sunandar Sunarya
            Penampilan terakhir yang ditunggu oleh penonton adalah penampilan Wayang golek yang dibawakan oleh dalang Kang Dede.S Sunandar Sunarya. Wayang golek merupakan kesenian asli Jawa Barat dengan peran utama Si Cepot yang juga menjadi ikon Jawa barat ini bercerita tentang keislaman masa kini dengan pembawaan karakter Si Cepot yang jenaka penonton pun enggan beranjak dari tempat duduknya dan menyaksikan penampilan si cepot sampai larut malam.
            Dalam berdakwah tidak harus selalu berdiri di belakang mimbar, memakai peci, baju koko dan kain sarung, namun dakwah hendaknya sejalan dengan perkembangan zaman. Dengan adanya teknologi yang semakin canggih maka dapat dijadikan media yang menyenangkan dalam berdakwah dan tentunya akan lebih indah jika dakwah dengan media seni. Dakwah yang dikemas dengan seni juga khususnya mengkolaborasikannya dengan mengangkat budaya local menjadi nilai plus selain berdakwah menjadi menyenangkan juga menjadi salah satu cara untuk melestarikan budaya seperti yang dilakukan di acara Gelar Seni yang diadakan oleh PWNU (Pengurus Wilayah Nahdotul Ulama)  Jabar ini.