Indonesia
merupakan negara yang sangat kaya akan budaya serta keadaan alam yang sangat
menunjang bagi masyarakatnya, tak heran bahwa masyarakat Indonesia sangat
kreatif dan muncul berbagai hal yang baru serta inovatif yang dapat menjadi
suatu ciri masyarakat yang produktif dengan menciptakan serta memanfaatkan alam
dan lingkungan sekitar sebagai objek untuk berkreatifitas. Semakin
berkembangnya zaman, maka berkembang pula pemikiran manusia dengan menciptakan
teknologi baru untuk menunjang dalam mempermudah kehidupannya sehari-hari,
tetapi hal ini sudah tentu terdapat nilai yang menguntungkan dan merugikan.
Seperti yang akan dibahas pada laporan karya tulis ini yang mengangkat tema zat
alam sebagai pewarna pada batik yang aman dan sebagai solusi untuk mengurangi
pencemaran.
Keadaan
alam Indonesia sekarang sudah mulai terganggu terbukti dengan adanya berbagai
masalah lingkungan salah contoh yaitu pencemaran air yang diakibatkan oleh
limbah industry batik dengan menggunakan zat pewarna sintesis yang tentunya zat
tersebut berbahaya bagi lingkungan alam sekitar. Zat pewarna sintesis memang
sangat mudah untuk didapatkan dengan harga sangat terjangkau serta penggunaan yang praktis hal ini tentu
sangat menguntungkan sekali bagi para pelaku seniman batik dengan tujuan untuk
di produksi secara massal, namun hal tersebut kadang tidak diperhatikan dalam pembuangan
limbah zat pewarna yang akhirnya menjadi pencemaran lingkungan khususnya
pencemaran air yang sangat vatal bagi kelangsungan hidup manusia.
Alam
menyediakan berbagai macam hal untuk menunjang kehidupan manusia, di Indonesia
sendiri terdapat berbagai macam jenis tumbuhan yang dapat dimanfaatkan sebagai
pewarna batik yang tentunya memiliki nilai keindahan serta nilai ekonomi yang
tinggi, dari berbagai jenis tumbuhan tersebut menghasilkan warna yang
berbeda-beda serta memiliki keunikan tersendiri yang tidak kalah dengan zat
pewarna sintesis. Pada zaman dahulu para empu batik menggunakan zat pewarna
alam sebagai bahan pewarna batik.
Sekarang
setiap orang merasa bangga memakai batik, semua saja tidak hanya yang tua
tetapi juga yang muda. Batik memang sudah ada sejak lama di Indonesia, tetapi
menjadi bertambah populer ketika United
Nations Educational, Scientific, and Culture Organization (UNESCO)
memberikan pengakuan dan mengesahkan secara resmi Batik Indonesia sebagai
warisan budaya dunia (World Heritage)
pada tanggal 2 Oktober 2009 dan tanggal tersebut dijadikan sebagai Hari Batik
Sejak
pengakuan batik Indonesia
sebagai warisan budaya dunia oleh UNESCO, baju batik menjadi pakaian yang
sering dipakai, bukan hanya karena bangga itu adalah warisan budaya tetapi juga
karena batik memiliki nilai seni yang tinggi. Semua lembaga pemerintah atau
swasta mewajibkan pegawainya untuk memakai batik setiap hari kamis sampai
sabtu, begitupun juga dengan sekolah yang menjadikan batik sebagai seragam. Batik tidak hanya
digunakan pada selembar kain untuk pakaian saja, tetapi batik berkembang ke
berbagai kerajinan lain, seperti sepatu, tas yang menggunakan motif dan corak
batik sebagai hiasannya. Oleh sebab itu, batik perlu adanya pelestarian salah
satunya dengan cara pengembangan batik agar tidak monoton baik itu meliputi
motif serta bahan yang digunakan maka dengan itu perlu adanya suatu penelitian,
pengajaran, serta pendokumentasian untuk memperkaya wawasan tentang batik itu
sendiri.
Pada
jaman dahulu proses pewarnaan tekstil menggunakan zat warna alam. Namun,
seiring peningkatan kebutuhan dan kemajuan teknologi dengan ditemukannya zat
warna sintetis untuk tekstil maka semakin terkikislah penggunaan zat warna
alam. Zat Pewarna Alam semakin sulit ditemukan di jaman seperti sekarang ini.
Hutan-hutan sudah mulai ditebangi, sehingga sumber zat pewarna alam yang
berasal dari tumbuhan dan hewan sudah mulai langka. Sebagai upaya mengangkat
kembali penggunaan zat warna alam untuk tekstil maka perlu dilakukan
pengembangan zat warna alam dengan melakukan eksplorasi sumber- sumber zat
warna alam dari potensi sumber daya alam Indonesia yang melimpah. Eksplorasi
ini dimaksudkan untuk mengetahui secara kualitatif warna yang dihasilkan oleh
berbagai tanaman disekitar kita untuk pencelupan tekstil. Berbeda dengan zat
pewarna alam, zat pewarna sintetis akan lebih mudah diperoleh di pasaran,
ketersediaan warna terjamin, jenis warna bermacam macam, dan lebih praktis
dalam penggunaannya.
Rancangan
busana maupun kain batik yang
menggunakan zat warna alam memiliki nilai jual atau nilai ekonomi yang tinggi
karena memiliki nilai seni dan warna khas, ramah lingkungan sehingga berkesan
etnik dan eksklusif.
Indonesia
sempat menguasai pasaran untuk pemasok zat warna, termasuk warna indigo (biru),
ke pasar dunia lewat budi daya indigofera. Semenjak tahun 1897, setelah
kemunculan warna sintetis, para pengusaha batik lebih memilih menggunakan
pewarna tersebut. Bahkan, ketika pemerintah Belanda menghentikan impor pewarna
buatan pada 1914, termasuk pengganti warna biru (indigosol), para pengusaha
batik bereaksi keras. Saat inilah pamor indigofera mulai turun.
Berdasarkan
latar belakang masalah diatas, maka dalam kesempatan ini penulis
mengajukan laporan karya tulis dengan
judul “EKSPERIMENTASI WARNA ALAM BUNGA SEPATU GANTUNG DAN TALI PUTERI”.
A.
Warna Alam
1.
Definisi
Zat warna tekstil dapat digolongkan menjadi
2 menurut sumber asalnya, yaitu :
Pertama, Zat Pewarna Alam (ZPA) yaitu zat warna yang berasal dari bahan-bahan alam seperti dari hasil ekstrak tumbuhan atau hewan. Kedua, Zat Pewarna Sintesis (ZPS) yaitu Zat warna buatan atau sintesis yang dibuat melalui proses reaksi kimia dengan bahan dasar ter arang batu bara atau minyak bumi yang merupakan hasil senyawa turunan hidrokarbon aromatik seperti benzena, naftalena dan antrasena.
Pertama, Zat Pewarna Alam (ZPA) yaitu zat warna yang berasal dari bahan-bahan alam seperti dari hasil ekstrak tumbuhan atau hewan. Kedua, Zat Pewarna Sintesis (ZPS) yaitu Zat warna buatan atau sintesis yang dibuat melalui proses reaksi kimia dengan bahan dasar ter arang batu bara atau minyak bumi yang merupakan hasil senyawa turunan hidrokarbon aromatik seperti benzena, naftalena dan antrasena.
2.
Tumbuhan Penghasil Warna Alam
Zat pewarna alam untuk bahan tekstil
pada umumnya diperoleh dari hasil ekstrak berbagai bagian tumbuhan seperti
akar, kayu, daun, biji ataupun bunga. Pengrajin-pengrajin batik telah
banyak mengenal tumbuhan-tumbuhan yang dapat mewarnai bahan tekstil beberapa
diantaranya adalah : daun pohon nila (indofera), kulit pohon soga tingi
(Ceriops candolleana arn), kayu tegeran (Cudraina javanensis), kunyit
(Curcuma), teh (Tea), akar mengkudu (Morinda citrifelia), kulit soga jambal
(Pelthophorum ferruginum), kesumba (Bixa orelana), daun jambu biji (Psidium
guajava), daun pohon nila (indofera tinctoria L)
yang menghasilkan warna biru, kulit pohon soga tinggi (ceriops candolleana arn)
yang menghasilkan warna merah, kayu tegeran (cudraina javanensis) yang
menghasilkan warna kuning, kunyit (curcuma) yang menghasilkan warna kuning,
teh, akar mengkudu (morinda citrifelia) yang menghasilkan warna merah dan merah
cokelat, kulit soga jambal (pelthophorum ferruginum) yang menghasilkan warna
merah cokelat, kesumba (bixa orelana), daun jambu biji (psidium guajava) dan
Soga Jawa (Caesalpina Sappan L) yang menghasilkan warna merah, Soga Kenet/ Soga
Tekik yang menghasilkan warna merah cokelat.
3.
Bunga sepatu gantung dan tali puteri
a.
Bunga sepatu gantung
Klasifikasi
Ilmiah
·
Kerajaan : Plantae
·
Divisi : Magnoliophyta
·
Kelas : Magnoliopsida
·
Ordo : Malvales
·
Famili : Malvaceae
·
Genus : Hibiscus
·
Spesies : Hibiscus rosa-sinensis
Bunga
ini berbentuk seperti terompet dengan diameter sekitar 5 - 20cm. Pohon bunga
kembang sepatu hanya menghasilkan bunga indah dan tidak menghasilkan buah. Penamaan bunga kembang sepatu bervariasi untuk setiap daerah di
Indonesia. Bungong roja (Aceh), Bunga-bunga (Batak Karo), Soma Soma (Nias),
Bekeju (Mentawai). Kembang sepatu (Betawi), Kembang wera (Sunda), wora-wari
(Jawa), Kembang sepatu (Jawa Tengah), Bunga Rebong (Madura). Waribang (Bali),
Nusa Tenggara : Embuhanga (Sangir), Bunga cepatu (Timor). Ulange (Gorontalo),
Kulango (Buol), Bunga sepatu (Makasar), Bunga bisu (Bugis), Ubu-ubu (Ternate),
Bala bunga (Tidore).
Selain memiliki fisik bunga yang
indah, tanaman kembang sepatu ini memiliki banyak khasiat yang telah digunakan
sebagai tanaman obat oleh masyarakat selama bertahun-tahun di antaranya :
·
Obat sakit panas: Akar ditumbuk halus, kemudian
direbus dalam air yang mendidih selama lebih kurang setengah jam, lalu airnya
disaring dan kemudian diminum.
·
Batuk; sariawan: Daunnya direbus dalam air yang
mendidih selama lebih kurang seperempat jam, disaring dan kemudian airnya
diminum.
·
Bronkhitis : Bunganya direbus selama lebih
kurang seperempat jam, kemudian airnya disaring lalu diminum.
·
Gonnorhoea: Bunganya direbus selama lebih kurang seperempat jam,
kemudian airnya disaring lalu diminum, air yang telah disaring setelah
didiamkan selama sat malam (diembun-embunkan) lalu diminum.
·
Gondok: Akar diserbukkan dan direbus dalam air yang mendidih
selama lebih kurang setengah jam, dapat digunakan sebagai obat kompres.
·
Sakit kepala: Serbuk daun direbus selama lebih kurang setengah jam dapat
dipergunakan sebagai obat kompres.
·
Bisul atau Abses: Daun secukupnya dicuci bersih,
lalu digiling halus sampai menjadi adonan seperti bubur. Letakkan diatas bisul
atau abses, lalu dibalut. (khusus untuk pemakaian luar).
b. Tali Putri
Klasifikasi
Ilmiah
Kingdom : Plantae (Tumbuhan)
Kingdom : Plantae (Tumbuhan)
Subkingdom : Tracheobionta (Tumbuhan berpembuluh)
Super
Divisi : Spermatophyta
(Menghasilkan biji)
Divisi : Magnoliophyta (Tumbuhan
berbunga)
Kelas : Magnoliopsida (berkeping
dua / dikotil)
Sub
Kelas :
Magnoliidae
Ordo : Laurales
Spesies : Cassytha filiformis L.
Tali puteri (Cassytha filiformis L.)merupakan
jenis tanaman yang bergantung pada tanaman lain atau biasa disebut dengan
tanaman parasit. Tanaman parasit adalah tanaman pengganggu
yang biasanya dibuang oleh pemilik tanaman karena tanaman ini dianggap sebagai tanaman
pengganggu yang menghambat pertumbuhan tanaman yang ditumpanginya. Tali putri tumbuh
tidak teratur dan dapat menutup tanaman induk hingga tidak sama sekali.
Tersebar di daerah tropis ditemukan pada beberapa tumbuhan perdu dan
pohon-pohon yang rendah di semak belukar dan lapangan terbuka, terutama di
daerah pantai dan kadang di tempat-tempat yang jauh dari pantai. Tanaman ini mudah
dikenali lewat batangnya yang berbentuk bulat halus menyerupai benang, lemas,
bercabang, panjang bisa mencapai 300 meter dengan diameter kurang dari 0,5 mm,
berwarna hijau atau coklat muda kekuning-kuningan, melekat pada tanaman lain
dengan alat penghisap. Daun berupa sisik kecil, bunga kecil berwarna putih
kekuning-kuningan dan berkumpul berbentuk bulir dengan panjang 2,5 cm. Buah
bulat dan berdaging dengan diameter 7mm.
Meskipun tumbuh sebagai tanaman parasit, Tali Putri
memberikan manfaat yang cukup besar bagi pengobatan. Tanaman yang merambat dan
membelit pada bagian atas tanaman lain ini, bisa digunakan untuk mengatasi
kanker pada bagian alat penghisap (akar penghisap) digunakan untuk pengobatan kanker hingga
menyuburkan rambut.
Memang sejak lama orang-orang tua menggunakan tanaman ini
sebagai penyubur rambut yang digunakan dengan cara membasahi kepala menggunakan
lendir dari cairan yang keluar dari tanaman tali putri. Selain kanker dan
menyuburkan rambut, dalam pengobatan tali putri biasa digunakan untuk mengatsi
demam, malaria, influenza, radang ginjal, infeksi dan batu saluran kencing, bengkak,
sakit kuning, batuk darah, kencing drarah, mimisan, disentri, kurus karena
liver, batuk kare paru-paru panas, mempermudah persalinan dan cacingan.
Tali putri memiliki efek farmakologis menurunkan panas,
anti radang, peluruh kencing, membersihkan darah, menghentikan pendarahan.
Sedangkan kandungan kimianya antara lain cassyfiline, cassythidine,
laurotetanine, dan galactitol. Dalam pengobatan digunakan seluruh bagian
tumbuhan ini dengan cara dipotong-potong kecil kemudian dicuci dan dikeringkan
dengan menjemurnya secara tidak langsung.
Tidak semua tali putri dapat digunakan untuk pengobatan,
karena tanaman yang di atas pohon beracun, tidak boleh digunakan dalam
pengobatan. Tanaman ini akan menyebabkan kematian kalau digunakan tidak sesuai
aturan atau melebihi dosis.
B. Langkah-Langkah
Pengolahan Warna/Bahan Alam
1. Tahap
Persiapan
Alat dan bahan yang
digunakan dalam pengolahan zat warna alam adalah sebagai berikut :
TABEL
2.1
Alat
dan Bahan pada Pengolahan Zat Warna Alam
No.
|
Alat
|
Bahan
|
1
|
Gelas
ukur
|
bunga
sepatu gantung
(pewarna
pertama)
|
2
|
Wajan
|
tali
puteri
(pewarna
kedua)
|
3
|
Kompor
|
Air
|
2. Tahap
Pengolahan Ekstrak
·
Proses pengolahan bahan
ü Pertama-tama
iris kecil-kecil bahan pewarna yaitu bunga sepatu gantung dan tali puteri
(memakai blender jika diperlukan untuk hasil optimal), hal ini bertujuan agar
zat warna yang terkandung dalam tumbuhan tersebut dapat keluar dengan baik dan bercampur
dengan air.
·
Proses perebusan
ü Masukkan
air sebanyak 1500 ml/1,5 l ke dalam wajan
ü Masukkan
bahan pewarna pertama yaitu bunga sepatu yang telah diiris kecil,
ü Aduk
perlahan sampai warna bunga muncul,
·
Diamkan hingga mendidih sampai air
berkurang menjadi setengahnya dari jumlah air sebelumnya menjadi sekitar 750
ml.
·
Formula/komposisi
·
Bunga sepatu gantung 3 ons
·
Air 1500 ml/1,5 liter
·
Tali puteri 3 ons
·
Air 1500 ml/1,5 lite
3. Tahap
Pencelupan
Sebelum melakukan
pencelupan, tahap pertama yang harus dilakukan adalah kain mori di cuci terlebih
dahulu untuk menghasilkan warna yang menyerap kain selain itu perlakuan
tersebut bertujuan agar tepung kanji yang terdapat pada kain dapat terlepas
sehingga memungkinkan bahwa zat warna dapat menempel dengan baik dari bahan
ekstrak tumbuhan yang di buat kemudian keringkan terlebih dahulu.
Setelah itu celupkan
kain mori ke ekstrak pertama yang berbahan bunga sepatu gantung dan rendam
selama ±5 menit kemudain tiriskan kain sampai cairan tidak menetes lagi,
lakukan hal ini selama 15 kali pencelupan dan pengeringan atau lakukan
pecelupan lebih untuk mendapatkan hasil warna yang diingikan. Hal tersebut
dilakukan sama pada cairan kedua yaitu ekstrak tali putri.
4. Tahap
fiksasi
·
Bahan fiksasi
·
Tahap pewarnaan pertama menggunakan Tali
Putri
Sampel
Bahan
Jenis
tumbuhan yang digunakan yaitu :
1. Bunga
sepatu gantung dengan memanfaatkan keseluruhan bagian bunga yang meliputi
mahkota bunga, putik sari, dan kelopak bunga.
2. Tali
putri dengan memanfaatkan keseluruhan bagian tanaman
Proses
pengolahan zat pewarna alam tidak begitu sulit, terdapat beberapa tahapan yang
harus dilakukan yaitu :
1. Tahap
Persiapan
Pilih
tanaman yang akan digunakan sebagai ekstrask pewarna, dan peneliti memilih
bunga sepatu gantung dan tali putri, karena tanaman tersebut mudah ditemukan
dan banyak tumbuh di daerah tropis seperti Indonesia. Tanaman tersebut dipotong
kecil-kecil bertujuan agar zat warna yang terkandung dalam tanaman tersebut.
2. Tahap
Pengolahan Ekstrak
·
Proses pengolahan bahan dengan memotong
kecil-kecil
·
Proses perebusan ekstrak tumbuhan yang
telah dipotong di rebus sampai volume air berkurang setengahnya dari jumlah
volume air sebelumnya
·
Formula/komposisi
3.
Tahap Pencelupan
Celupkan
kain mori ke ekstrak pertama yang berbahan bunga sepatu gantung dan rendam
selama ±5 menit kemudain tiriskan kain sampai cairan tidak menetes lagi,
lakukan hal ini selama 15 kali pencelupan dan pengeringan atau lakukan
pecelupan lebih untuk mendapatkan hasil warna yang diingikan. Hal tersebut
dilakukan sama pada cairan kedua yaitu ekstrak tali putri.
4. Tahap
fiksasi
Fiksasi
menggunakan cuka, bijih besi dan kapur sirih dengan masing masing bahan fiksasi
sebanyak 2 sendok dan air dingin 2 lt. Masukkan
kain ke dalam larutan cuka dan rendam selama ±3 menit, kemudian angkat kain dan
tiriskan selama ±5 menit. Lakukan selama 5 kali pencelupan sampai warna yang
dikehendaki muncul.
Metode
yang dipakai pada penelitian ini berupa eksperimen atau percobaan pembuktian
secara langsung, karena metode ini dapat menjadi suatu pengalaman baru bagi
peneliti dan menjadi suatu pemahaman baru yang dapat bermanfaat bagi siapapun.
Hasil warna yang diperoleh dari bunga sepatu gantung dan tali putri
menghasilkan warna yang unik setelah di fiksasi dengan cuka, bijih besi dan
kapur sirih serta dari setiap fiksasi tersebut warna yang di hasilkan berbeda
dari warna hasil pencelupan sebelumya sebelum di fiksasi. Hal ini mebuktikan
bahwa zat pewarna alam bunga sepatu gantung dan bunga putri sangat baik dan
memungkinkan untuk pewarna batik.
Seperti
yang telah diketahui dari hasil eksperimentasi warna alam bunga sepatu gantung
dan tali puteri maka dapat disimpulkan bahwa tanaman tersebut baik untuk
pewarna batik karena menghasilkan warna yang beragam sesuai dengan bahan
fiksasi. Warna yang dihasilkan dari zat
pewarna bunga sepatu gantung sangat beragam, berikut uraian warna dari hasil
proses fiksasi antara bunga sepatu gantung dan tali putri:
Warna
yang dihasilkan dari zat pewarna bunga sepatu gantung adalah :
a. Warna
merah muda yang di fiksasi dengan cuka
b. Warna
merah muda kecoklatan yang difiksasi dengan bijih besi
a. Warna
coklat muda yang difiksasi dengan kapur sirih
Sedangkan
warna yang dihasilkan dari zat pewarna tali puteri adalah :
a. Warna
kuning muda (putih gading/broken white) yang difiksasi dengan cuka
b. Warna
coklat kehijauan yang difiksasi dengan bijih besi
c. Warna
kuning pekat yang difiksasi dengan kapur sirih.
Temuan di atas sejalan dengan pendapat Sewan
Susanto,1973 bahwa:
Zat
pewarna alam untuk bahan tekstil pada umumnya diperoleh dari hasil ekstrak
berbagai bagian tumbuhan seperti akar, kayu, daun, biji ataupun bunga.
Pengrajin-pengrajin batik telah
banyak mengenal tumbuhan-tumbuhan yang dapat mewarnai bahan tekstil beberapa
diantaranya adalah : daun pohon nila (indofera), kulit pohon soga tingi
(Ceriops candolleana arn), kayu tegeran (Cudraina javanensis), kunyit
(Curcuma), teh (Tea), akar mengkudu (Morinda citrifelia), kulit soga jambal
(Pelthophorum ferruginum), kesumba (Bixa orelana), daun jambu biji (Psidium
guajava). (Sewan Susanto,1973).
Tidak ada komentar:
Posting Komentar