Sabtu, 16 November 2013

Tumbuhan Sebagai Pewarna Alam Batik

Indonesia merupakan negara yang sangat kaya akan budaya serta keadaan alam yang sangat menunjang bagi masyarakatnya, tak heran bahwa masyarakat Indonesia sangat kreatif dan muncul berbagai hal yang baru serta inovatif yang dapat menjadi suatu ciri masyarakat yang produktif dengan menciptakan serta memanfaatkan alam dan lingkungan sekitar sebagai objek untuk berkreatifitas. Semakin berkembangnya zaman, maka berkembang pula pemikiran manusia dengan menciptakan teknologi baru untuk menunjang dalam mempermudah kehidupannya sehari-hari, tetapi hal ini sudah tentu terdapat nilai yang menguntungkan dan merugikan. Seperti yang akan dibahas pada laporan karya tulis ini yang mengangkat tema zat alam sebagai pewarna pada batik yang aman dan sebagai solusi untuk mengurangi pencemaran.
Keadaan alam Indonesia sekarang sudah mulai terganggu terbukti dengan adanya berbagai masalah lingkungan salah contoh yaitu pencemaran air yang diakibatkan oleh limbah industry batik dengan menggunakan zat pewarna sintesis yang tentunya zat tersebut berbahaya bagi lingkungan alam sekitar. Zat pewarna sintesis memang sangat mudah untuk didapatkan dengan harga sangat terjangkau  serta penggunaan yang praktis hal ini tentu sangat menguntungkan sekali bagi para pelaku seniman batik dengan tujuan untuk di produksi secara massal, namun hal tersebut kadang tidak diperhatikan dalam pembuangan limbah zat pewarna yang akhirnya menjadi pencemaran lingkungan khususnya pencemaran air yang sangat vatal bagi kelangsungan hidup manusia.
Alam menyediakan berbagai macam hal untuk menunjang kehidupan manusia, di Indonesia sendiri terdapat berbagai macam jenis tumbuhan yang dapat dimanfaatkan sebagai pewarna batik yang tentunya memiliki nilai keindahan serta nilai ekonomi yang tinggi, dari berbagai jenis tumbuhan tersebut menghasilkan warna yang berbeda-beda serta memiliki keunikan tersendiri yang tidak kalah dengan zat pewarna sintesis. Pada zaman dahulu para empu batik menggunakan zat pewarna alam sebagai bahan pewarna batik.
Sekarang setiap orang merasa bangga memakai batik, semua saja tidak hanya yang tua tetapi juga yang muda. Batik memang sudah ada sejak lama di Indonesia, tetapi menjadi bertambah populer ketika United Nations Educational, Scientific, and Culture Organization (UNESCO) memberikan pengakuan dan mengesahkan secara resmi Batik Indonesia sebagai warisan budaya dunia (World Heritage) pada tanggal 2 Oktober 2009 dan tanggal tersebut dijadikan sebagai Hari Batik
Sejak pengakuan batik Indonesia sebagai warisan budaya dunia oleh UNESCO, baju batik menjadi pakaian yang sering dipakai, bukan hanya karena bangga itu adalah warisan budaya tetapi juga karena batik memiliki nilai seni yang tinggi. Semua lembaga pemerintah atau swasta mewajibkan pegawainya untuk memakai batik setiap hari kamis sampai sabtu, begitupun juga dengan sekolah yang menjadikan  batik sebagai seragam. Batik tidak hanya digunakan pada selembar kain untuk pakaian saja, tetapi batik berkembang ke berbagai kerajinan lain, seperti sepatu, tas yang menggunakan motif dan corak batik sebagai hiasannya. Oleh sebab itu, batik perlu adanya pelestarian salah satunya dengan cara pengembangan batik agar tidak monoton baik itu meliputi motif serta bahan yang digunakan maka dengan itu perlu adanya suatu penelitian, pengajaran, serta pendokumentasian untuk memperkaya wawasan tentang batik itu sendiri.
Pada jaman dahulu proses pewarnaan tekstil menggunakan zat warna alam. Namun, seiring peningkatan kebutuhan dan kemajuan teknologi dengan ditemukannya zat warna sintetis untuk tekstil maka semakin terkikislah penggunaan zat warna alam. Zat Pewarna Alam semakin sulit ditemukan di jaman seperti sekarang ini. Hutan-hutan sudah mulai ditebangi, sehingga sumber zat pewarna alam yang berasal dari tumbuhan dan hewan sudah mulai langka. Sebagai upaya mengangkat kembali penggunaan zat warna alam untuk tekstil maka perlu dilakukan pengembangan zat warna alam dengan melakukan eksplorasi sumber- sumber zat warna alam dari potensi sumber daya alam Indonesia yang melimpah. Eksplorasi ini dimaksudkan untuk mengetahui secara kualitatif warna yang dihasilkan oleh berbagai tanaman disekitar kita untuk pencelupan tekstil. Berbeda dengan zat pewarna alam, zat pewarna sintetis akan lebih mudah diperoleh di pasaran, ketersediaan warna terjamin, jenis warna bermacam macam, dan lebih praktis dalam penggunaannya.
Rancangan busana maupun kain batik yang menggunakan zat warna alam memiliki nilai jual atau nilai ekonomi yang tinggi karena memiliki nilai seni dan warna khas, ramah lingkungan sehingga berkesan etnik dan eksklusif.
Indonesia sempat menguasai pasaran untuk pemasok zat warna, termasuk warna indigo (biru), ke pasar dunia lewat budi daya indigofera. Semenjak tahun 1897, setelah kemunculan  warna sintetis, para pengusaha batik lebih memilih menggunakan pewarna tersebut. Bahkan, ketika pemerintah Belanda menghentikan impor pewarna buatan pada 1914, termasuk pengganti warna biru (indigosol), para pengusaha batik bereaksi keras. Saat inilah pamor indigofera mulai turun.

Berdasarkan latar belakang masalah diatas, maka dalam kesempatan ini penulis mengajukan  laporan karya tulis dengan judul “EKSPERIMENTASI WARNA ALAM BUNGA SEPATU GANTUNG DAN TALI PUTERI”.
A.    Warna Alam
1.      Definisi
      Zat warna tekstil dapat digolongkan menjadi 2 menurut sumber asalnya, yaitu :
Pertama, Zat Pewarna Alam (ZPA) yaitu zat warna yang berasal dari bahan-bahan alam seperti dari hasil ekstrak tumbuhan atau hewan. Kedua, Zat Pewarna Sintesis (ZPS) yaitu Zat warna buatan atau sintesis yang dibuat melalui proses reaksi kimia dengan bahan dasar ter arang batu bara atau minyak bumi yang merupakan hasil senyawa turunan hidrokarbon aromatik seperti benzena, naftalena dan antrasena.
2.      Tumbuhan Penghasil Warna Alam
         Zat pewarna alam untuk bahan tekstil pada umumnya diperoleh dari hasil ekstrak berbagai bagian tumbuhan seperti akar, kayu, daun, biji ataupun bunga. Pengrajin-pengrajin batik telah banyak mengenal tumbuhan-tumbuhan yang dapat mewarnai bahan tekstil beberapa diantaranya adalah : daun pohon nila (indofera), kulit pohon soga tingi (Ceriops candolleana arn), kayu tegeran (Cudraina javanensis), kunyit (Curcuma), teh (Tea), akar mengkudu (Morinda citrifelia), kulit soga jambal (Pelthophorum ferruginum), kesumba (Bixa orelana), daun jambu biji (Psidium guajava), daun pohon nila (indofera tinctoria L) yang menghasilkan warna biru, kulit pohon soga tinggi (ceriops candolleana arn) yang menghasilkan warna merah, kayu tegeran (cudraina javanensis) yang menghasilkan warna kuning, kunyit (curcuma) yang menghasilkan warna kuning, teh, akar mengkudu (morinda citrifelia) yang menghasilkan warna merah dan merah cokelat, kulit soga jambal (pelthophorum ferruginum) yang menghasilkan warna merah cokelat, kesumba (bixa orelana), daun jambu biji (psidium guajava) dan Soga Jawa (Caesalpina Sappan L) yang menghasilkan warna merah, Soga Kenet/ Soga Tekik yang menghasilkan warna merah cokelat.
3.      Bunga sepatu gantung dan tali puteri
a.    Bunga sepatu gantung
Klasifikasi Ilmiah
·         Kerajaan           : Plantae
·         Divisi                : Magnoliophyta
·         Kelas                 : Magnoliopsida
·         Ordo                 : Malvales
·         Famili                : Malvaceae
·         Genus               : Hibiscus
·         Spesies              : Hibiscus rosa-sinensis
Bunga ini berbentuk seperti terompet dengan diameter sekitar 5 - 20cm. Pohon bunga kembang sepatu hanya menghasilkan bunga indah dan tidak menghasilkan buah. Penamaan bunga kembang sepatu bervariasi untuk setiap daerah di Indonesia. Bungong roja (Aceh), Bunga-bunga (Batak Karo), Soma Soma (Nias), Bekeju (Mentawai). Kembang sepatu (Betawi), Kembang wera (Sunda), wora-wari (Jawa), Kembang sepatu (Jawa Tengah), Bunga Rebong (Madura). Waribang (Bali), Nusa Tenggara : Embuhanga (Sangir), Bunga cepatu (Timor). Ulange (Gorontalo), Kulango (Buol), Bunga sepatu (Makasar), Bunga bisu (Bugis), Ubu-ubu (Ternate), Bala bunga (Tidore).
Selain memiliki fisik bunga yang indah, tanaman kembang sepatu ini memiliki banyak khasiat yang telah digunakan sebagai tanaman obat oleh masyarakat selama bertahun-tahun di antaranya :
·         Obat sakit panas: Akar ditumbuk halus, kemudian direbus dalam air yang mendidih selama lebih kurang setengah jam, lalu airnya disaring dan kemudian diminum.
·         Batuk; sariawan: Daunnya direbus dalam air yang mendidih selama lebih kurang seperempat jam, disaring dan kemudian airnya diminum.
·         Bronkhitis : Bunganya direbus selama lebih kurang seperempat jam, kemudian airnya disaring lalu diminum.
·         Gonnorhoea: Bunganya direbus selama lebih kurang seperempat jam, kemudian airnya disaring lalu diminum, air yang telah disaring setelah didiamkan selama sat malam (diembun-embunkan) lalu diminum.
·         Gondok: Akar diserbukkan dan direbus dalam air yang mendidih selama lebih kurang setengah jam, dapat digunakan sebagai obat kompres.
·         Sakit kepala: Serbuk daun direbus selama lebih kurang setengah jam dapat dipergunakan sebagai obat kompres.
·         Bisul atau Abses: Daun secukupnya dicuci bersih, lalu digiling halus sampai menjadi adonan seperti bubur. Letakkan diatas bisul atau abses, lalu dibalut. (khusus untuk pemakaian luar).
b.      Tali Putri
Klasifikasi Ilmiah
Kingdom             : Plantae (Tumbuhan)
Subkingdom        : Tracheobionta (Tumbuhan berpembuluh)
Super Divisi         : Spermatophyta (Menghasilkan biji)
Divisi                   : Magnoliophyta (Tumbuhan berbunga)
Kelas                    : Magnoliopsida (berkeping dua / dikotil)
Sub Kelas                        : Magnoliidae 
Ordo                    : Laurales
Famili                   : Lauraceae
Genus                  : Cassytha
Spesies                 : Cassytha filiformis L.
Tali puteri (Cassytha filiformis L.)merupakan jenis tanaman yang bergantung pada tanaman lain atau biasa disebut dengan tanaman parasit. Tanaman parasit adalah tanaman pengganggu yang biasanya dibuang oleh pemilik tanaman karena tanaman ini dianggap sebagai tanaman pengganggu yang menghambat pertumbuhan tanaman yang ditumpanginya. Tali putri tumbuh tidak teratur dan dapat menutup tanaman induk hingga tidak sama sekali. Tersebar di daerah tropis ditemukan pada beberapa tumbuhan perdu dan pohon-pohon yang rendah di semak belukar dan lapangan terbuka, terutama di daerah pantai dan kadang di tempat-tempat yang jauh dari pantai. Tanaman ini mudah dikenali lewat batangnya yang berbentuk bulat halus menyerupai benang, lemas, bercabang, panjang bisa mencapai 300 meter dengan diameter kurang dari 0,5 mm, berwarna hijau atau coklat muda kekuning-kuningan, melekat pada tanaman lain dengan alat penghisap. Daun berupa sisik kecil, bunga kecil berwarna putih kekuning-kuningan dan berkumpul berbentuk bulir dengan panjang 2,5 cm. Buah bulat dan berdaging dengan diameter 7mm.
Meskipun tumbuh sebagai tanaman parasit, Tali Putri memberikan manfaat yang cukup besar bagi pengobatan. Tanaman yang merambat dan membelit pada bagian atas tanaman lain ini, bisa digunakan untuk mengatasi kanker pada bagian alat penghisap (akar penghisap) digunakan untuk pengobatan kanker hingga menyuburkan rambut.
Memang sejak lama orang-orang tua menggunakan tanaman ini sebagai penyubur rambut yang digunakan dengan cara membasahi kepala menggunakan lendir dari cairan yang keluar dari tanaman tali putri. Selain kanker dan menyuburkan rambut, dalam pengobatan tali putri biasa digunakan untuk mengatsi demam, malaria, influenza, radang ginjal, infeksi dan batu saluran kencing, bengkak, sakit kuning, batuk darah, kencing drarah, mimisan, disentri, kurus karena liver, batuk kare paru-paru panas, mempermudah persalinan dan cacingan.
Tali putri memiliki efek farmakologis menurunkan panas, anti radang, peluruh kencing, membersihkan darah, menghentikan pendarahan. Sedangkan kandungan kimianya antara lain cassyfiline, cassythidine, laurotetanine, dan galactitol. Dalam pengobatan digunakan seluruh bagian tumbuhan ini dengan cara dipotong-potong kecil kemudian dicuci dan dikeringkan dengan menjemurnya secara tidak langsung.
Tidak semua tali putri dapat digunakan untuk pengobatan, karena tanaman yang di atas pohon beracun, tidak boleh digunakan dalam pengobatan. Tanaman ini akan menyebabkan kematian kalau digunakan tidak sesuai aturan atau melebihi dosis.
B.     Langkah-Langkah Pengolahan Warna/Bahan Alam
1.      Tahap Persiapan
Alat dan bahan yang digunakan dalam pengolahan zat warna alam adalah sebagai berikut :
TABEL 2.1
Alat dan Bahan pada Pengolahan Zat Warna Alam
No.
Alat
Bahan
1
Gelas ukur
bunga sepatu gantung
(pewarna pertama)
2
Wajan
tali puteri
(pewarna kedua)
3
Kompor
Air

2.      Tahap Pengolahan Ekstrak
·         Proses pengolahan bahan
ü  Pertama-tama iris kecil-kecil bahan pewarna yaitu bunga sepatu gantung dan tali puteri (memakai blender jika diperlukan untuk hasil optimal), hal ini bertujuan agar zat warna yang terkandung dalam tumbuhan tersebut dapat keluar dengan baik dan bercampur dengan air.
·         Proses perebusan
ü  Masukkan air sebanyak 1500 ml/1,5 l ke dalam wajan
ü  Masukkan bahan pewarna pertama yaitu bunga sepatu yang telah diiris kecil,
ü  Aduk perlahan sampai warna bunga muncul,
·         Diamkan hingga mendidih sampai air berkurang menjadi setengahnya dari jumlah air sebelumnya menjadi sekitar 750 ml.
·         Formula/komposisi
·         Bunga sepatu gantung 3 ons
·         Air 1500 ml/1,5 liter
·         Tali puteri 3 ons
·         Air 1500 ml/1,5 lite


3.      Tahap Pencelupan
Sebelum melakukan pencelupan, tahap pertama yang harus dilakukan adalah kain mori di cuci terlebih dahulu untuk menghasilkan warna yang menyerap kain selain itu perlakuan tersebut bertujuan agar tepung kanji yang terdapat pada kain dapat terlepas sehingga memungkinkan bahwa zat warna dapat menempel dengan baik dari bahan ekstrak tumbuhan yang di buat kemudian keringkan terlebih dahulu.
Setelah itu celupkan kain mori ke ekstrak pertama yang berbahan bunga sepatu gantung dan rendam selama ±5 menit kemudain tiriskan kain sampai cairan tidak menetes lagi, lakukan hal ini selama 15 kali pencelupan dan pengeringan atau lakukan pecelupan lebih untuk mendapatkan hasil warna yang diingikan. Hal tersebut dilakukan sama pada cairan kedua yaitu ekstrak tali putri.
4.      Tahap fiksasi
·         Bahan fiksasi
 ·         Tahap pewarnaan pertama menggunakan Tali Putri



 ·         warnaan kedua menggunakan Bunga Sepatu Gantung


Sampel Bahan
Jenis tumbuhan yang digunakan yaitu :
1.      Bunga sepatu gantung dengan memanfaatkan keseluruhan bagian bunga yang meliputi mahkota bunga, putik sari, dan kelopak bunga.


2.      Tali putri dengan memanfaatkan keseluruhan bagian tanaman



 Dari hasil penelitian yang telah dilakukan, maka didapat kesimpulan dari rumusan permasalahan yang telah dirancang sebelumnya yaitu yang dimaksud dengan zat pewarna alam adalah zat warna yang berasal dari bahan-bahan alam seperti dari hasil ekstrak tumbuhan atau hewan, zat pewarna alam untuk bahan tekstil pada umumnya diperoleh dari hasil ekstrak berbagai bagian tumbuhan seperti akar, kayu, daun, biji ataupun bunga.
Proses pengolahan zat pewarna alam tidak begitu sulit, terdapat beberapa tahapan yang harus dilakukan yaitu :
1.   Tahap Persiapan
Pilih tanaman yang akan digunakan sebagai ekstrask pewarna, dan peneliti memilih bunga sepatu gantung dan tali putri, karena tanaman tersebut mudah ditemukan dan banyak tumbuh di daerah tropis seperti Indonesia. Tanaman tersebut dipotong kecil-kecil bertujuan agar zat warna yang terkandung dalam tanaman tersebut.
2.   Tahap Pengolahan Ekstrak
·         Proses pengolahan bahan dengan memotong kecil-kecil
·         Proses perebusan ekstrak tumbuhan yang telah dipotong di rebus sampai volume air berkurang setengahnya dari jumlah volume air sebelumnya
·         Formula/komposisi
3. Tahap Pencelupan
Celupkan kain mori ke ekstrak pertama yang berbahan bunga sepatu gantung dan rendam selama ±5 menit kemudain tiriskan kain sampai cairan tidak menetes lagi, lakukan hal ini selama 15 kali pencelupan dan pengeringan atau lakukan pecelupan lebih untuk mendapatkan hasil warna yang diingikan. Hal tersebut dilakukan sama pada cairan kedua yaitu ekstrak tali putri. 
4.   Tahap fiksasi
Fiksasi menggunakan cuka, bijih besi dan kapur sirih dengan masing masing bahan fiksasi sebanyak 2 sendok dan air dingin 2 lt. Masukkan kain ke dalam larutan cuka dan rendam selama ±3 menit, kemudian angkat kain dan tiriskan selama ±5 menit. Lakukan selama 5 kali pencelupan sampai warna yang dikehendaki muncul.
Metode yang dipakai pada penelitian ini berupa eksperimen atau percobaan pembuktian secara langsung, karena metode ini dapat menjadi suatu pengalaman baru bagi peneliti dan menjadi suatu pemahaman baru yang dapat bermanfaat bagi siapapun. Hasil warna yang diperoleh dari bunga sepatu gantung dan tali putri menghasilkan warna yang unik setelah di fiksasi dengan cuka, bijih besi dan kapur sirih serta dari setiap fiksasi tersebut warna yang di hasilkan berbeda dari warna hasil pencelupan sebelumya sebelum di fiksasi. Hal ini mebuktikan bahwa zat pewarna alam bunga sepatu gantung dan bunga putri sangat baik dan memungkinkan untuk pewarna batik.
Seperti yang telah diketahui dari hasil eksperimentasi warna alam bunga sepatu gantung dan tali puteri maka dapat disimpulkan bahwa tanaman tersebut baik untuk pewarna batik karena menghasilkan warna yang beragam sesuai dengan bahan fiksasi.  Warna yang dihasilkan dari zat pewarna bunga sepatu gantung sangat beragam, berikut uraian warna dari hasil proses fiksasi antara bunga sepatu gantung dan tali putri:
            Warna yang dihasilkan dari zat pewarna bunga sepatu gantung adalah :
a.       Warna merah muda yang di fiksasi dengan cuka
b.      Warna merah muda kecoklatan yang difiksasi dengan bijih besi
a.       Warna coklat muda yang difiksasi dengan kapur sirih
Sedangkan warna yang dihasilkan dari zat pewarna tali puteri adalah :
a.       Warna kuning muda (putih gading/broken white) yang difiksasi dengan cuka
b.      Warna coklat kehijauan yang difiksasi dengan bijih besi
c.       Warna kuning pekat yang difiksasi dengan kapur sirih.
 Temuan di atas sejalan dengan pendapat Sewan Susanto,1973 bahwa:
Zat pewarna alam untuk bahan tekstil pada umumnya diperoleh dari hasil ekstrak berbagai bagian tumbuhan seperti akar, kayu, daun, biji ataupun bunga. Pengrajin-pengrajin batik telah banyak mengenal tumbuhan-tumbuhan yang dapat mewarnai bahan tekstil beberapa diantaranya adalah : daun pohon nila (indofera), kulit pohon soga tingi (Ceriops candolleana arn), kayu tegeran (Cudraina javanensis), kunyit (Curcuma), teh (Tea), akar mengkudu (Morinda citrifelia), kulit soga jambal (Pelthophorum ferruginum), kesumba (Bixa orelana), daun jambu biji (Psidium guajava). (Sewan Susanto,1973).

Tidak ada komentar:

Posting Komentar